Pertanyaan Ke-037 :
Kain kafan yang paling baik berbahan apa ?
Jawaban :
Tidak ada ketentuan syari’at
tentang jenis dan merk kain yang paling baik digunakan sebagai bahan kafan.
Yang penting adalah menutupi aurat dan tidak menggunakan bahan sutra.
Masyarakat biasanya memiliki alasan yang bersifat praktis dalam memilih jenis
kain kafan. Biasanya menggunakan kain katun. Disunahkan kain kafan berwarna
putih.
Masalah ini dijelaskan dalam
Kitab Al-Um Juz I halaman 281 :
قَالَ الشّاَفعيُّ : رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى
أُحِبُّ عَدَدَ كَفَنِ الْمَيِّتِ إلَى ثَلاَثَةِ أَثْوَابٍ بِيضٍ رَيْطَاتٍ ليس
فيها قَمِيصٌ وَلاَ عِمَامَةٌ فَمَنْ كُفِّنَ فيها بُدِئَ بِاَلَّتِي يُرِيدُونَ
أَنْ تَكُونَ أَعْلاَهَا فَبُسِطَتْ أَوَّلاً ثُمَّ بُسِطَتْ الأُخْرَى فَوْقَهَا
ثُمَّ الثَّالِثَةُ فَوْقَهُمَا ثُمَّ حُمِلَ الْمَيِّتُ فَوُضِعَ فَوْقَ
الْعُلْيَا ثُمَّ أُخِذَ الْقُطْنُ مَنْزُوعُ الْحَبِّ فَجُعِلَ فيه الْحَنُوطُ
وَالْكَافُورُ وألقى على الْمَيِّتِ ما يَسْتُرُهُ ثُمَّ أُدْخِلَ بين إلييه
Pertanyaan Ke-038 :
Bagaimana hukumnya membangun kuburan untuk makam para wali
dan orang awam / biasa ?
Jawaban
:
Membangun
kuburan hukumnya terbagi 2 macam :
1.
Untuk orang awam, hukumnya makruh jika tanahnya milik
sendiri, kecuali jika takut terbawa banjir, digali orang atau binatang buas,
maka boleh. Dan hukumnya haram jika tanahnya milik umum atau tanah wakaf.
2.
Untuk para nabi dan para wali, hukumnya sama tetapi
sebagian ulama membolehkannya seperti Imam Al-Bujairimi dan Imam Ar-Rohmani,
Imam Al-Halabi dan Imam Az-Zayadi.
Hal
ini ditegaskan dalam Kitab I’anatuth Tholibin
Juz II Hal. 120, sebagai berikut :
اعانة الطالبين جزء 2 ص : 120
( وكره
بناء له ) أي للقبر ( أو عليه ) لصحة النهي عنه بلا حاجة كخوف نبش أو حفر سبع أو
هدم سيل ومحل كراهة البناء إذا كان بملكه فإن كان بناء نفس القبر بغير حاجة مما مر
أو نحو قبة عليه بمسبلة وهي ما اعتاد أهل البلد الدفن فيها عرف أصلها ومسبلها أم
لا أو موقوفة حرم وهدم وجوبا لأنه يتأبد بعد انمحاق الميت ففيه تضييق على المسلمين
بما لا غرض فيه
وقال البجيرمي: واستثنى بعضهم قبور الانبياء
والشهداء والصالحين ونحوهم.
وعبارة الرحماني.
نعم، قبور الصالحين
يجوز بناؤها ولو بقية لاحياء الزيارة والتبرك.
قال الحلبي: ولو في
مسبلة، وأفتى به، وقد أمر به الشيخ الزيادي مع ولايته
Masalah membangun kuburan dijelaskan pada keterangan Al-Hakim
An-Naisabury dalam Kitab Hadits Al-Mustadrok Ala ash-Shahihain hadits ke – 1403 :
حدّثناه
أبو الحسن أحمد بن محمد العنزي ، ثنا محمد بن عبد الرحمن الشامي ، ثنا سعيد بن منصور
، ثنا أبو معاوية ، عن ابن جريج ، عن أبي الزبير ، عن جابر قال: نهى رسول الله عن
تجصيص القبور والكتاب فيها والبناء عليها والجلوس عليها. هذه الأسانيد صحيحة، وليس
العمل عليها، فإن أئمة المسلمين من الشرق إلى الغرب مكتوب على قبورهم، وهو عمل أخذ
به الخلف عن السلف
Bahwa Rasulullah saw. melarang melepa kuburan, menulisi kuburan,
membangun bangunan di atasnya, dan duduk di atasnya. Namun menurut Al-Hakim
An-Naisabury, sesunggunya kuburan para imam kaum muslimin dari Timur sampai ke
Barat ditulisi di atas kuburannya. Dan ini adalah amalan yang turun kapada umat
semenjak zaman dulu.
Dalam Kitab Al-Ajwibah Al-Gholiyah fi Aqidati al-Firqah
An-Najiyah, hal. 122, Al-Habib Zainal Abidin al-Alawy menerangkan:
1.
Melepa kuburan itu hukumnya
makruh berdasarkan pendapat mayoritas ulama, bahkan Imam Abu Hanifah
berpendapat tidak dimakruhkan melepa kuburan. Adapun larangan dalam hadits
tentang melepa, menulis, membangun, dan duduk pada kuburan, berdasarkan ittifaq
para ulama itu bersifat tanzih (makruh), bukan tahrim.
2.
Melepa, menulis, atau membangun
kuburan boleh dilakukan dengan tujuan yang dibenarkan, antara lain:
·
Niat memberi tanda pada
kuburan, sehingga dapat dihidupkan dengan ziarah dan terhindar dari penghinaan.
·
Niat mencegah kuburan digali
kembali sebelum jasadnya hancur.
·
Niat agar dapat dikuburkan
bersamanya para sanak saudaranya sebagaimana disunnahkan.
حديث أنه صلى الله عليه وسلم وضع صخرة على قبر
عثمان بن مظعون وقال أعلم بها قبر أخي وأدفن إليه من مات من أهلي أبو داود من حديث
المطلب بن عبد الله بن حنطب وليس صحابيا قال لما مات عثمان بن مظعون أخرج بجنازته
فدفن فأمر النبي صلى الله عليه وسلم رجلا أن يأتي بحجر فلم يستطع حمله فقام إليه
رسول الله صلى الله عليه وسلم وحسر عن ذراعيه قال المطلب قال الذي يخبرني كأني
أنظر إلى بياض ذراعي رسول الله صلى الله عليه وسلم حين حسر عنهما ثم حملها فوضعها
عند رأسه
Bahwa Nabi saw. meletakkan batu besar (sebagai
tanda) di atas kuburan Utsman bin Ma`dhun, dan beliau bersabda : “dengan ini
aku tahu kuburan saudaraku dan akan aku kuburkan kepadanya siapa yang meninggal
dunia dari keluargaku.” (HR. Abu Daud, dalam Kitab Talkhish al-Habir fi Ahadits
ar-Rofi`i al-Kabir, hadits ke-794)
Kesimpulannya, melepa dan membangun kuburan
dirinci sebagai berikut:
1.
Jika membangun kuburan di atas
tanah milik sendiri hukumnya makruh.
2.
Jika membangun di atas tanah
pemakaman umum, maka hukumnya tidak boleh karena berakibat mempersempit area
kuburan umum.
Para
ulama mengecualikan bahwa pembangunan kuburan para imam, wali, dan ulama tetap
dibolehkan walaupun di tanah umum, dalam rangka untuk dihidupkan dengan ziarah
dan kiriman doa sebagaimana telah disyariatkan agama.
Pertanyaan Ke-039 :
Bagaimana hukumnya sholat menghadap kuburan atau sholat di
tempat yang ada kuburannya ?
Jawaban:
Sah
sholatnya dengan syarat tidak diniatkan sebagai kiblat atau diniatkan menyembah
/ mengagungkan kuburan, bahkan menyolatkan mayyit yang ada di pekuburan
tersebut juga boleh. Hal ini dijelaskan di dalam Kitab I’anatuth Tholibin Juz
II Hal. 134 dan Kitab Al-Majmu’ Juz V Halaman 244 :
اعانة الطالبين جزء 2 ص : 134
وإنما تصح الصلاة على القبر والغائب عن البلد ممن كان من أهل فرضها وقت
موته
المجموع شرح المهذب جزء 5 ص : 244
وإلى أي وقت تجوز
الصلاة على القبر فيه اربعة اوجه (احدها) إلي شهر لان النبي صلي الله عليه وسلم
" صلى علي ام سعد ابن عبادة رضي الله عنهما بعد ما دفنت بشهر "
(والثانى) يصلي عليه ما لم يبل لانه إذا بلي لم يبق ما يصلي عليه (والثالث) يصلى
عليه من كان من اهل الفرض عند موته لانه كان من اهل الخطاب بالصلاة عليه واما من
يولد بعد موته أو بلغ بعد موته فلا يصلي عليه لانه لم يكن من اهل الخطاب بالصلاة
عليه (والرابع) يصلي عليه ابدا لان القصد من الصلاة علي الميت الدعاء والدعاء بجوز
كل وقت
Al-Habib
Zainal Abidin al-Alawy dalam Al-Ajwibah Al-Gholiyah fi Aqidati al-Firqah
An-Najiyah, hal. 125. Menjelaskan : Boleh, jika shalatnya itu sama sekali tidak
berniat menyembah atau mengagung-agungkan ahli kuburnya. Adapun bangunan masjid
yang berdekatan dengan kuburan, atau kebetulan pembangunan masjid itu menabrak
kuburan, sehingga kuburan berada di tengah-tengah masjid, atau membangun masjid
di atas kuburan orang shaleh untuk keberkahan dengan tanpa bermaksud
menjadikannya kiblat shalat, maka itu juga dibolehkan.
Sebagaimana
kisah Pembangunan Masjid bagi Ashhabul Kahfi yang dijelaskan dalam Al-Quran
Surat Al-Kahfi ayat 21.
Artinya
:
“Dan
demikian (pula) Kami mempertemukan (manusia) dengan mereka, agar manusia itu
mengetahui, bahwa janji Allah itu benar, dan bahwa kedatangan hari kiamat tidak
ada keraguan padanya. ketika orang-orang itu berselisih tentang urusan mereka,
orang-orang itu berkata: "Dirikan sebuah bangunan di atas (gua) mereka, Tuhan
mereka lebih mengetahui tentang mereka". orang-orang yang berkuasa atas
urusan mereka berkata: "Sesungguhnya Kami akan mendirikan sebuah rumah
peribadatan di atasnya".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar