Rabu, 24 Juni 2015

KAJIAN 001



Merah Putih
Bendera Rasullullah SAW


Sebagian umat Islam sukar untuk mengerti bahwa bendera Rasulullah saw terdiri dari dua unsur warna Merah Putih. Hal ini terjadi sebagai akibat adanya sistem deislamisasi dalam penulisan Sejarah Indonesia.
Dampaknya dikisahkan Merah Putih bukan warna bendera Rasulullah saw. Penulisan yang demikian itu untuk mendiskreditkan umat Islam. Padahal Sang Saka Merah Putih berasal dari bendera Rasulullah saw yang dikembangkan oleh umat Islam Indonesia, sejak abad ke-7 hingga menjadi milik bangsa dan negara Indonesia. Tentu sukar memahaminya.
Baiklah di sini kita kaji kembali penuturan Imam Muslim dalam Shahihnya Kitab al Fitan, Jilid X, hlm. 340, diriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Innallaha zawalliyal ardha - Masyariqahaa wa magharibahaa. - Wa a’thoniil kanzaini: Al Ahmar wal Abyadh”.
“Sesungguhnya Allah memperlihatkan dunia kepadaku. Aku ditunjukkan pula timur dan baratnya. Dan aku dianugrahi warna yang indah: Merah Putih”. (Hadist Riwayat Imam Muslim).
Tentu umat Islam Indonesia mengenal ajaran Merah Putih tersebut, sejak awal masuknya agama Islam ke nusantara pada abad ke-7 M. Sejak itu pula umat Islam akrab sekali dengan warna merah. Tidak tabu terhadap warna merah seperti sekarang ini. Karena Islam juga mengajarkan bahwa istri Nabi dari Nabi Adam as hingga Rasulullah saw disebut merah. Misalnya Siti Hawa ra artinya Merah.
Menurut Ismail Haqqi Al Buruswi dalam Tafsir Ruhul Bayan, menjelaskan bahwa Hawa sama dengan Hautun artinya Merah. Dan Siti Aisyah ra sering dipanggil oleh Rasulullah saw dengan Humairoh artinya juga Merah.
Oleh karena itu, para ulama pendahulu di Indonesia, dalam membudayakan dan mengabadikan warna Merah Putih, antara lain melalui beberapa upacara:
(1)    Setiap pembangunan rumah, pada kerangka atap suhunan dikibarkan Merah Putih, Dengan harapan memperoleh syafaat dari Rasulullah saw.

(2)   Pada setiap Tahun Baru Islam atauTahun Hijriah diperingati dengan membuat Bubur Merah Putih.

(3)   Pada saat pemberian nama anak, juga dengan disertai pembuatan Bubur Merah Putih. Mengapa? Bubur Merah Putih, saat bayi dilahirkan sebagai lambang darah ibu (QS 96:2). Selama 9 bulan 10 hari dalam rahim, bayi mengonsumsi darah ibu, Merah warnanya. Setelah lahir masih tetap membutuhkan darah ibu, Asi (air susu ibu), selama 20 bulan 20 hari. Warnanya Putih. Dengan demikian, seorang anak bayi membutuhkan darah ibu yang berwarna Merah dan Putih selama 30 bulan (QS 46: 15).
Apakah terkait dengan pengertian di atas ini pula, maka plafon Ka’bah berwarna Merah, dan Lantai Ka’bah berwarna Putih.

(4)   Dalam pengucapan kata pengantar disebutnya dengan lambang Sekapur Sirih dan Seulas Pinang. Kapur dan sirih akan menghasilkan warna merah. Dan pinang yang diiris akan menampakkan warna putih. Jadi kata Sekapur Sirih dan Seulas Pinang bermakna Merah Putih. Di masyarakat Islam Minang akrab dengan warna Merah. Demikian pula busana kebesarannya dan busana penarinya menampilkan warna Merah atau warna emas.

(5)   Di kalangan masyarakat Islam Sunda menyatakan rasa gembira dan syukur, dengan bahasa simbol seperti kagunturan madu -memperoleh madu dan karagragan menyan putih -kejatuhan menyan putih. Madu sebagai lambang merah. Dan menyan putih, jelas simbol warna putih yang harum. Jadi, makna kedua hal tersebut adalah Merah Putih. Dan sebaliknya untuk melambangkan jiwa yang serakah terhadap materi atau uang, maka disebutnya bermata hijau.

(6)   Para Waliyullah menuliskan Alquran, pada penulisan Allah dan Asma Pengganti-Nya, dengan warna merah di atas lembar kertas yang putih warna nya.

Dasar Ajaran agama Islam adalah Dua Kalimah Syahadat (Asy Syahadatain) yang terdiri Syahadat Tauhid dan Syahadat Rasul. Syahadat Tauhid dilambangkan dengan warna merah yang menggambarkan warna darah para Syuhada yang memperjuangkan Ajaran Tauhid sampai titik darah penghabisan.
Sedangkan Syahadat Rasul dilambangkan dengan Warna Putih, warna pakaian yang paling disukai oleh Rasulullah saw. Beliau bersabda: “Ilbasuu Min Tsiyabakumul Bayaadho. Fainnahu min Khoiri Tsiyabikum” artinya: “Pakailah Pakaian yang putih. Karena pakaian putih adalah sebaik-baik pakaian”. Wallahu A’lam. Semoga Bermanfaat.


BAHTSUL MASAIL 018



Pertanyaan Ke-52 :

Bagaimanakah hukumnya ijab qobul pernikahan yang dibalik, qobul dulu baru ijab ?

Jawaban :

Ijab Qobulnya Sah asalkan lafadz Ijab Qobulnya benar. Sebagaimana diterangkan di dalam Kitab Nihayatuz Zain halaman 301 :

وصح النكاح بتقدم قبول على إيجاب لحصول المقصود وذلك كأن يقول الزوج قبلت نكاح فلانة فيقول الولي أنكحتكها ويقول الزوج زوجني فلانة مع قول الآخر عقبه زوجتك ويقول الولي تزوج بنتي فلانة مع قول الزوج عقبه تزوجتها لوجود الطلب الجازم الدال على الرضا 
(نهاية الزين ص ٣٠١)





Pertanyaan Ke-53 :

Bagaimanakah hukumnya pernikahan beda agama ? Bagaimana status anaknya ? Apakah sang anak mendapatkan warisan ?

Jawaban :

Hukum pernikahan beda agama diperinci menjadi 2 bagian :     

1.       Tidak sah dan haram jika :

·       Calon suaminya kafir (Non Muslim), atau
·       Calon isterinya kafir yang bukan kafir ahlul kitab (kitabi)

2.       Sah, tapi makruh jika calon isteri itu kafir kitabi. Kafir kitabi adalah orang nasroni dan yahudi dengan syarat nenek moyangnya sudah masuk agama tersebut sebelum diutusnya Rosululloh saw.

Di Indonesia, dapat dipastikan tidak ada kafir kitabi yang seperti itu, maka pernikahan beda agama di Indonesia tidak sah. Orang Kristen dan Yahudi zaman sekarang bukan lagi kafir kitabi.

Karena pernikahan tidak sah, maka anak hasil pernikahan beda agama dianggap anak zina. Anak hasil zina punya hak waris hanya dari Ibunya, tidak dari bapaknya. Secara biologis bisa jadi memang sebagai bapaknya, tapi secara syari’at bukan sebagai bapaknya.


Dasar hukumnya berdasarkan Al-Qur’an Ayat 221 :

وَلَا تَنْكِحُوا الْمُشْرِكَاتِ حَتَّى يُؤْمِنَّ وَلَأَمَةٌ مُؤْمِنَةٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكَةٍ وَلَوْ أَعْجَبَتْكُمْ وَلَا تُنْكِحُوا الْمُشْرِكِينَ حَتَّى يُؤْمِنُوا وَلَعَبْدٌ مُؤْمِنٌ خَيْرٌ مِنْ مُشْرِكٍ وَلَوْ أَعْجَبَكُمْ أُولَئِكَ يَدْعُونَ إِلَى النَّارِ وَاللَّهُ يَدْعُو إِلَى الْجَنَّةِ وَالْمَغْفِرَةِ بِإِذْنِهِ وَيُبَيِّنُ آيَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ (البقرة : ۲۲١)

“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”.
(Q.S. Al-Baqoroh : 221)

                Masalah ini diterangkan dalam kitab Asy-Syarqowi Juz II halaman 237 sebagai berikut :

(و نكاح المسلم كافرة غير كتابية خالصة) كأن كانت وثنية .................. (ان لم تدخل اصولها في ذلك الدين بعد نسخه) و بعثة نبينا صلى الله عليه و سلم ناسخة لهما (الشرقاوي : ۲٣٧)








Pertanyaan Ke-54 :

Bagaimana hukumnya bayi tabung ?

Jawaban :

Hukumnya memproses bayi tabung ditafsil sebagai berikut :

1.     Jika mani yang ditabung dan yang dimasukkan ke dalam rahim wanita ternyata bukan mani suami istri, maka hukumnya haram.

2.    Apabila mani yang ditabung tersebut mani suami istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtarom, maka hukumnya juga haram.

3.    Apabila mani yang ditabung itu mani suami istri dan cara mengeluarkannya termasuk muhtarom, serta dimasukkan dalam rahim istrinya sendiri, maka hukumnya boleh.

Keterangan : Mani muhtarom adalah mani yang dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara’.
               
                Masalah ini dibahas di dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir Juz III Halaman 113 dan Kitab Hikmatut Tasyri’ Wa Falsafatuhu Juz II Halaman 48 sebagai berikut :

تفسير ابن كثير جزء 3 ص : 113
ما من ذنب بعد الشرك أعظم عند الله من نطفة وضعها رجل في رحم لا يحل له

حكمة التشريع وفلسفته جزء 2 ص : 48
من كان يؤمن بالله واليوم الاخر فلايسقين ماءه زرع اخيه

BAHTSUL MASAIL 017



Pertanyaan Ke-49 :

Bagaimanakah hukumnya perceraian melalui alat komunikasi seperti Handphone ?

Jawaban :

Jika talaknya disampaikan melalui layanan panggilan telepon maka jatuhlah talaknya, karena disampaikan secara lisan.

Jika talaknya disampaikan melalui layanan SMS, maka hukumnya ditafsil sebagai berikut :

1.       Jika tidak diniati tholaq dan tidak diucapkan maka tidak jatuh tholaq.

2.       Jika diniati tholaq atau diucapkan maka jatuhlah tholaq.

Oleh karena itu kita harus berhati-hati dalam masalah perceraian.  Jangan meremehkan atau mempermainkan masalah ini. Harus dipikirkan dan dipertimbangkan secara matang, karena perceraian adalah perkara halal yang paling dibenci oleh Allah swt.

Masalah ini dijelaskan di dalam Kitab I’anatuth Tholibin Juz 4 Halaman 16 :

(فرع) لو كتب صريح طلاق أو كنايته ولم ينو إيقاع الطلاق فلغو ما لم يتلفظ حال الكتابة أو بعدها بصريح ما كتبه ( اعانة الطالبين جزء ٤ ص ١٦ )







Pertanyaan Ke-50 :

Bagaimana hukumnya perwalian nikah melalui handphone ?

Jawaban :

Hukumnya tidak sah sebab antara yang melakukan ijab dan yang melakukan qobul pernikahan tidak dalam satu majlis.

                Sebagaimana diterangkan dalam Kitab Nihayatuz Zain halaman 306 :

فلو سمعا الإيجاب والقبول من غير رؤية للموجب والقابل ولكن جزما في أنفسهما بأن الموجب والقابل فلان وفلان لم يكف ذلك لذلك (نهاية الزين ص ٣٠٦)







Pertanyaan Ke-51 :

Bagaimana hukumnya perceraian (Talak) yang dipaksakan?

Jawaban :

Tidak sah tholaq karena dipaksa dengan syarat :

1.         Paksaan yang membahayakan jiwa, kehormatan, atau harta yang berharga, yang sekiranya tidak dituruti paksaan tersebut, maka orang yang memaksa akan membuktikan langsung ancamannya.

2.         Bukan paksaan dengan haq. Jika paksaan karena haq maka tholaqnya sah. Seperti ancaman membunuh dari ahli waris korban kepada orang yang membunuh korban dengan sengaja. Misalnya dikatakan kepada orang tersebut : jika kamu tidak menceraikan istrimu, maka aku akan membunuhmu. Lalu orang tersebut berkata : aku ceraikan istriku. Maka jatuhlah tholaqnya.

Hal ini dijelaskan secara gamblang dan terperinci di dalam Kitab Fathul Mu’in hal. 112 – 113

 ( لا ) طلاق ( مكره ) بغير حق ( بمحذور ) مناسب كحبس طويل وكذا قليل لذي مروءه وصفعة له في الملأ وكإتلاف مال يضيق عليه بخلاف نحو خمسة دراهم في حق موسر وشرط الإكراه قدرة المكره على تحقيق ما هدد به عاجلا بولاية أو تغلب وعجز المكره عن دفعه بفرار أو استغاثة وظنه أنه إن امتنع فعل ما خوفه به ناجزا فلا يتحقق العجز بدون اجتماع ذلك كله ولا يشترط التورية بأن ينوي غير زوجته أو يقول سرا عقبه إن شاء الله فإذا قصد المكره الإيقاع للطلاق وقع كما إذا أكره بحق كأن قال مستحق القود طلق زوجتك وإلا قتلتك بقتلك أبي أو قال رجل لآخر طلقها أو لأقتلنك غدا فطلق فيقع فيهما

BAHTSUL MASAIL 016



Pertanyaan Ke-46 :

Dimanakah posisi kepala janazah ketika disholatkan, di sebelah utara atau selatan ? Bagaimana posisi imam di hadapan jenazah laki-laki dan jenazah perempuan ?

 
Jawaban :

Posisi kepala jenazah dimana saja hukumnya sah, asal saja si jenazah berada dimuka kea rah kiblat dari orang yang mensholati. Disunnahkan jika jenazah laki-laki posisi Imam di dekat kepala jenazah. Jika jenazahnya  perempuan posisi imam berada di dekat pinggulnya (pantatnya). Hal ini didasarkan dari hadits Rosululloh saw Riwayat Imam Ahmad Hadits No. 13.136 :

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا يزيد أنا همام بن يحيى ثنا أبو غالب الخياط قال : شهدت أنس بن مالك صلى على جنازة رجل فقام عند رأسه فلما رفع أتى بجنازة امرأة من قريش أو من الأنصار فقيل له يا أبا حمزة هذه جنازة فلانة ابنة فلان فصل عليها فصلى عليها فقام وسطها وفينا العلاء بن زياد العدوي فلما رأى اختلاف قيامه على الرجل والمرأة قال يا أبا حمزة هكذا كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يقوم من الرجل حيث قمت ومن المرأة حيث قمت قال نعم

Sebagaimana juga dijelaskan dalam Kitab Fathul Wahhab Juz II halaman 188 :
فتج الوهاب جزء 2 ص : 188
( ويقف ) ندبا ( غير مأموم ) من إمام ومنفرد ( عند رأس ذكر وعجز غيره ) من أنثى وخنثى للاتباع

Disunahkan juga bagian terbanyak dari badan jenazah berada di sebelah kanan imam. Alhasil posisi kepala jenazah laki-laki berada sebelah selatan (kiri imam), sedangkan posisi kepala jenazah perempuan di sebelah utara (kanan imam).

Masalah ini dijelaskan dengan detail di dalam Kitab Bujairimi Juz II halaman 232 :

وَتُوضَعُ رَأْسُ الذَّكَرِ لِجِهَةِ يَسَارِ الْإِمَامِ وَيَكُونُ غَالِبُهُ لِجِهَةِ يَمِينِهِ خِلَافَ مَا عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ الْآنَ ، أَمَّا الْأُنْثَى وَالْخُنْثَى فَيَقِفُ الْإِمَامُ عِنْدَ عَجِيزَتِهِمَا وَيَكُونُ رَأْسَهُمَا لِجِهَةِ يَمِينِهِ عَلَى مَا عَلَيْهِ النَّاسُ الْآنَ ا هـ .

Masalah ini juga dibahas di dalam Kitab Wusyahul Arfah wa Isybahul Falaah Juz II halaman 255.




 

Pertanyaan Ke-47 :

Bagaimanakah hukumnya poligami ? Terangkan syarat-syarat dan batasan poligami menurut hukum Islam ?

Jawaban :

Hukum poligami pada dasarnya adalah boleh dengan persyaratan:

1.       Harus bisa berbuat adil kepada semua istri dalam hal pemberian nafkah, tempat tinggal, pakaian (sandang) dan giliran.

2.       Tidak boleh memiliki istri lebih dari 4 orang.

Hal ini berdasarkan firman Allah swt dalam Al-Qur’an Surat An-Nisaa’ ayat 3 :

فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَ ثُلَاثَ وَ رُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً (النِّساَء: ٣ )

“Maka Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja ………..”.
(Q.S. An-Nisaa’ : 3)

Tidak ada kewajiban adil dalam masalah batin, hati atau cinta karena hal ini bersifat mustahil atau sulit, tetapi tetap harus adil secara lahiriah. Sebagaimana diterangkan dalam Surat An-Nisaa’ ayat 129 :

وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا  ( النِّساَء : ١۲٩ )

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. An-Nisaa’ Ayat 129)






Pertanyaan Ke-48 :

Ada seorang anak yang bapak ibunya bercerai sedangkan si anak mengikuti ibunya. Apakah sang bapak masih bertanggung jawab pada anaknya ? Bagaimana bentuk pertanggungjawabannya ?

Jawaban :

Apabila kedua orang tua bercerai maka pengasuhan anak lebih diutamakan diserahkan kepada ibunya sampai Si Anak berusia 7 tahun. Jika sudah berusia lebih dari 7 tahun maka Si Anak diberi pilihan untuk memilih mengikuti Bapak atau ibunya.

Jika Ibunya tidak memiliki kelayakan untuk mendidik anaknya, maka lebih utama diserahkan kepada Bapaknya. Kelayakan ini dilihat dari 7 faktor yaitu :

1.       Apakah yang akan mengasuh ini waras atau gila?
2.       Merdeka atau tidak.
3.       Apakah agamanya bagus ?
4.       Apakah mampu menjaga diri (‘Iffah) ?
5.       Apakah memiliki sifat amanah atau tidak ?
6.       Apakah disibukkan oleh suami yang baru atau tidak?
7.       Apakah sering bepergian atau tidak ?

Sang Bapak wajib memberi nafkah kepada anaknya sampai baligh walaupun si anak dibawah pengasuhan mantan istrinya atau diasuh orang lain.

Apabila si anak masih menekuni ilmu syar’i maka dia diberi kecukupan oleh Bapaknya sampai selesai menekuninya walaupun sudah lewat baligh.

Penjelasan ini terdapat dalam Kitab I’anatuth Tholibin Juz 4 Halaman 98 :

(قوله: ولا إن بلغ فرع الخ)  ........ ويستثنى من الاول ما لو كان مشتغلا بعلم شرعي ويرجى منه النجابة والكسب يمنعه فتجب كفايته حينئذ ولا يكلف الكسب.
( اعانة الطالبين جزء ٤ ص ٩۸ )

Masalah pengasuhan juga dijelaskan dalam kitab Kifayatul Akhyar Bab Hadhonah (Pengasuhan) sebagai berikut:

( وشرائط الحضانة سبعة العقل والحرية والدين والعفة والأمانة والخلو من زوج والإقامة فإن اختل شرط سقطت ) قد علمت أن الحضانة ولاية وسلطة وأن الأم أولى من الأب وغيره لوفور شفقتها فإذا رغبت في الحضانة فلا بد لاستحقاقها من شروط الأول كونها عاقلة فلا حضانة لمجنونة سواء كان جنونها مطبقا أو متقطعا نعم إن كان يندر ولا تطول مدته كيوم في سنين فلا يبطل الحق به كمرض يطرأ ويزول ووجه سقوط حقها بالجنون أنه لا يتأتى منها مع الجنون حفظ الولد صيانته بل هي في نفسها تحتاج إلى من يكفلها فكيف تكون كافلة لغيرها والله أعلم