Rabu, 24 Juni 2015

BAHTSUL MASAIL 016



Pertanyaan Ke-46 :

Dimanakah posisi kepala janazah ketika disholatkan, di sebelah utara atau selatan ? Bagaimana posisi imam di hadapan jenazah laki-laki dan jenazah perempuan ?

 
Jawaban :

Posisi kepala jenazah dimana saja hukumnya sah, asal saja si jenazah berada dimuka kea rah kiblat dari orang yang mensholati. Disunnahkan jika jenazah laki-laki posisi Imam di dekat kepala jenazah. Jika jenazahnya  perempuan posisi imam berada di dekat pinggulnya (pantatnya). Hal ini didasarkan dari hadits Rosululloh saw Riwayat Imam Ahmad Hadits No. 13.136 :

حدثنا عبد الله حدثني أبي ثنا يزيد أنا همام بن يحيى ثنا أبو غالب الخياط قال : شهدت أنس بن مالك صلى على جنازة رجل فقام عند رأسه فلما رفع أتى بجنازة امرأة من قريش أو من الأنصار فقيل له يا أبا حمزة هذه جنازة فلانة ابنة فلان فصل عليها فصلى عليها فقام وسطها وفينا العلاء بن زياد العدوي فلما رأى اختلاف قيامه على الرجل والمرأة قال يا أبا حمزة هكذا كان رسول الله صلى الله عليه و سلم يقوم من الرجل حيث قمت ومن المرأة حيث قمت قال نعم

Sebagaimana juga dijelaskan dalam Kitab Fathul Wahhab Juz II halaman 188 :
فتج الوهاب جزء 2 ص : 188
( ويقف ) ندبا ( غير مأموم ) من إمام ومنفرد ( عند رأس ذكر وعجز غيره ) من أنثى وخنثى للاتباع

Disunahkan juga bagian terbanyak dari badan jenazah berada di sebelah kanan imam. Alhasil posisi kepala jenazah laki-laki berada sebelah selatan (kiri imam), sedangkan posisi kepala jenazah perempuan di sebelah utara (kanan imam).

Masalah ini dijelaskan dengan detail di dalam Kitab Bujairimi Juz II halaman 232 :

وَتُوضَعُ رَأْسُ الذَّكَرِ لِجِهَةِ يَسَارِ الْإِمَامِ وَيَكُونُ غَالِبُهُ لِجِهَةِ يَمِينِهِ خِلَافَ مَا عَلَيْهِ عَمَلُ النَّاسِ الْآنَ ، أَمَّا الْأُنْثَى وَالْخُنْثَى فَيَقِفُ الْإِمَامُ عِنْدَ عَجِيزَتِهِمَا وَيَكُونُ رَأْسَهُمَا لِجِهَةِ يَمِينِهِ عَلَى مَا عَلَيْهِ النَّاسُ الْآنَ ا هـ .

Masalah ini juga dibahas di dalam Kitab Wusyahul Arfah wa Isybahul Falaah Juz II halaman 255.




 

Pertanyaan Ke-47 :

Bagaimanakah hukumnya poligami ? Terangkan syarat-syarat dan batasan poligami menurut hukum Islam ?

Jawaban :

Hukum poligami pada dasarnya adalah boleh dengan persyaratan:

1.       Harus bisa berbuat adil kepada semua istri dalam hal pemberian nafkah, tempat tinggal, pakaian (sandang) dan giliran.

2.       Tidak boleh memiliki istri lebih dari 4 orang.

Hal ini berdasarkan firman Allah swt dalam Al-Qur’an Surat An-Nisaa’ ayat 3 :

فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَى وَ ثُلَاثَ وَ رُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً (النِّساَء: ٣ )

“Maka Nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja ………..”.
(Q.S. An-Nisaa’ : 3)

Tidak ada kewajiban adil dalam masalah batin, hati atau cinta karena hal ini bersifat mustahil atau sulit, tetapi tetap harus adil secara lahiriah. Sebagaimana diterangkan dalam Surat An-Nisaa’ ayat 129 :

وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ فَلَا تَمِيلُوا كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ وَإِنْ تُصْلِحُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا  ( النِّساَء : ١۲٩ )

“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. An-Nisaa’ Ayat 129)






Pertanyaan Ke-48 :

Ada seorang anak yang bapak ibunya bercerai sedangkan si anak mengikuti ibunya. Apakah sang bapak masih bertanggung jawab pada anaknya ? Bagaimana bentuk pertanggungjawabannya ?

Jawaban :

Apabila kedua orang tua bercerai maka pengasuhan anak lebih diutamakan diserahkan kepada ibunya sampai Si Anak berusia 7 tahun. Jika sudah berusia lebih dari 7 tahun maka Si Anak diberi pilihan untuk memilih mengikuti Bapak atau ibunya.

Jika Ibunya tidak memiliki kelayakan untuk mendidik anaknya, maka lebih utama diserahkan kepada Bapaknya. Kelayakan ini dilihat dari 7 faktor yaitu :

1.       Apakah yang akan mengasuh ini waras atau gila?
2.       Merdeka atau tidak.
3.       Apakah agamanya bagus ?
4.       Apakah mampu menjaga diri (‘Iffah) ?
5.       Apakah memiliki sifat amanah atau tidak ?
6.       Apakah disibukkan oleh suami yang baru atau tidak?
7.       Apakah sering bepergian atau tidak ?

Sang Bapak wajib memberi nafkah kepada anaknya sampai baligh walaupun si anak dibawah pengasuhan mantan istrinya atau diasuh orang lain.

Apabila si anak masih menekuni ilmu syar’i maka dia diberi kecukupan oleh Bapaknya sampai selesai menekuninya walaupun sudah lewat baligh.

Penjelasan ini terdapat dalam Kitab I’anatuth Tholibin Juz 4 Halaman 98 :

(قوله: ولا إن بلغ فرع الخ)  ........ ويستثنى من الاول ما لو كان مشتغلا بعلم شرعي ويرجى منه النجابة والكسب يمنعه فتجب كفايته حينئذ ولا يكلف الكسب.
( اعانة الطالبين جزء ٤ ص ٩۸ )

Masalah pengasuhan juga dijelaskan dalam kitab Kifayatul Akhyar Bab Hadhonah (Pengasuhan) sebagai berikut:

( وشرائط الحضانة سبعة العقل والحرية والدين والعفة والأمانة والخلو من زوج والإقامة فإن اختل شرط سقطت ) قد علمت أن الحضانة ولاية وسلطة وأن الأم أولى من الأب وغيره لوفور شفقتها فإذا رغبت في الحضانة فلا بد لاستحقاقها من شروط الأول كونها عاقلة فلا حضانة لمجنونة سواء كان جنونها مطبقا أو متقطعا نعم إن كان يندر ولا تطول مدته كيوم في سنين فلا يبطل الحق به كمرض يطرأ ويزول ووجه سقوط حقها بالجنون أنه لا يتأتى منها مع الجنون حفظ الولد صيانته بل هي في نفسها تحتاج إلى من يكفلها فكيف تكون كافلة لغيرها والله أعلم

Tidak ada komentar:

Posting Komentar